Indonesia.go.id - Kinclong Berkat Kantong Para Pelancong

Kinclong Berkat Kantong Para Pelancong

  • Administrator
  • Selasa, 18 Juni 2019 | 17:00 WIB
INDUSTRI WISATA
  Pesona pantai double six. Foto: Pesona Indonesia

Di tengah ketidakpastian global, pariwisata diharapkan jadi penopang ekonomi nasional. Destinasinya beragam, wisatasport berkembang dan destinasi wisata halal pun nomor satu. Perlu jaminan kemudahan investasi.

Bisnis pariwisata tidak bisa lepas dari pengaruh ekonomi global. Ketika ekonomi global 2019 masih diselimuti banyak masalah, dan diperkirakan hanya akan tumbuh 3,5% pada 2019, industri turisme duniapun diproyeksikan hanya akan tumbuh paling tinggi 4% saja. Namun, tak berarti bisnis pariwisata harus turut murung. Kuatnya tren positif  bisnis turisme secara global membuka peluang bahwa industri pariwisata Indonesia berpotensi akan terus kinclong.

Tak heran bila di tengah berbagai masalah yang  menghadap perekonomian Indonesia, para pelaku usaha yang mewakili  KADIN (Kamar Dagang dan Industri), dalam pertemuannya dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Rabu (12/6/2019), menempatkan sektor pariwisata itu sebagai salah satu prioritas untuk dikedepankan. Pariwisata didorong untuk menjadi motor penerimaan devisa selain dua sektor lainnya, yakni TKI (tenaga kerja Indonesia) dan tekstil.

Secara global, ada  potensi 1,4 miliar pelancong yang bersedia merogoh kantong untuk menikmati perjalanan lintas negara. Traveling dianggap lebih mengasyikan ketimbang shopping. Dengan segala potensinya dan di tengah persaingan ketat, Indonesia menorehkan angka pertumbuhan kedatangan wisatawan mancanegara (wisman) tertinggi nomor 3 di Asia dan nomor satu di Asean.

Pada tahun lalu, 15,8 juta wisman datang ke berbagai destinasi di Indonesia. Tidak kurang dari USD16,2 miliar devisa masuk dan menambah daya putaran ekonomi nasional. Tren kenaikan devisa ini memang sudah terjadi sekitar sepuluh tahun lalu. Bila pada 2009 masih pada kisaran USD6 miliar, lalu menembus USD10 miliar pada 2013, ada lompatan signifikan di tahun-tahun berikutnya hingga ditargetkan mencapai USSD18 miliar pada 2019.

Sumbangan devisa pariwisata itu kini masuk empat  besar, bersama industri ekspor minyak kelapa sawit dan turunannya, minyak dan gas, serta batubara. Bukan hanya menyumbang devisa, bisnis wisata pun menggerakkan ekonomi secara lebih menyebar berkat kontribusi wisatawan nusantara (wisnus). Tak heran bila kini industri pariwisata diharapkan menjadi penopang ekonomi nasional.

https://indonesia.go.id/assets/img/assets/1560938235_Untitled.jpg" style="height:740px; width:1079px" />Pesona keindahan danau toba. Foto: Dok. Danau Toba 

Kontribusi wisnus (wisatawan nusantara) yang jumlahnya puluhan juta yang selalu membanjir pada event-event long week end, liburan sekolah, dan hari-hari besar–utamanya pada tahun baru serta lebaran Idul Fitri. Sektor wisata berpotensi menciptakan dan mengembangkan pusat-pusat ekonomi secara lebih merata. Tak kurang dari 10 juta tenaga kerja terserap di sektor pariwisata.

Secara umum, para pelancong tidak melulu datang untuk berwisata. Sebagian mereka juga datang sebagai tamu bisnis, peminat ekowisata, konferensi, pameran, dan belakangan yang makin semarak adalah wisata sport. Yakni, menyaksikan event sport atau terjun dalam olah raga menyelam, surfing, atau ikut lomba lari serta perahu layar. Tak  heran bila pemerintah rela menginvestasikan  Rp17 triliun di kawasan Mandalika, Lombok, termasuk membangun arena khusus MotoGP.

Jauh sebelum pimpinan KADIN mengajukan rekomendasi, Pemerintahan Jokowi-JK  memang telah lebih dahulu memberikan perhatian besar pada sektor pariwisata. Dengan demikian, rekomendasi KADIN itu mengindikasikan bahwa para pelaku usaha itu masih kesulitan membaca kecenderungan bisnis di tengah ketidakpastian pelambatan ekonomi global yang diperparah oleh perang dagang AS-Cina belakangan ini. Sebagai pelaku bisnis, para pengurus KADIN itu tahu benar bahwa pariwisata terbukti bisa bertahan di tengah fluktuasi ekonomi dunia, paling tidak selama 15 tahun terakhir.

Memang, secara absolut jumlah wisman berkunjung ke Indonesia masih jauh di  bawah Thailand (di atas 38 juta) atau Malaysia (di atas 26 juta). Namun, melambatnya pertumbuhan bisnis wisata di kedua negara bisa mengindikasikan adanya kejenuhan. Pelancong butuh tempat selfie baru.

Indonesia tentu bisa menjadi pilihan. Selain memiliki panorama alam yang menarik, situs sejarah budaya, akomodasi yang kompetitif dan fasilitas konferensi serta yang canggih, Indonesia memiliki sarana wisata sport yang manarik. Belum lagi, belakangan Indonesia mendorong  destinasi wisata halal yang menjadi tren baru bagi turis muslim.

Setelah lima tahun dirintis, lembaga pemeringkat MarterCard-Cresent pun menempatkan Indonesia pada posisi pertama (bersama Malaysia) sebagai destinasi wisata halal terbaik. Kedua negara secara bersama-sama meraih skor 78 dari standar yang ditentukan  Global Musim Travel Index (GMTI). Tak tanggung-tanggung, Indonesia dan Malaysia mengungguli 130 negara destinasi lain yang antara lain Turki  (750), Arab Saudi (72), Qatar (68), Maroko (67), Bahrain (66), dan seterusnya.

Dengan daya saing yang terus meningkat diharapkan investasi pun akan mengalir pula. Pada sisi ini, usulan KADIN perlu mendapat garis bawah, yakni soal kemudahan investasi  dan kepastian hukum terutama yang menyangkut hak penguasaan tanah serta properti. (P-1)